Terletak pada pertemuan lempeng Samudera Pasifik dan lempeng Laut Filipina yang aktif, Jepang menjadi negara yang seringkali mengalami gempa dan tsunami. Gempa Touhoku di tahun 2011 contohnya, berawal dari gempa bumi sebesar 9,1 M di Timur Laut Pulau Honshu yang memicu rangkaian tsunami besar 30 menit setelahnya, khususnya di wilayah Touhoku. Korban meninggal atau hilang akibat gempa tanggal 11 Maret 2011 ini diperkirakan mencapai 20 ribu, dengan keriguan hingga 360 miliar dolar AS.

Saat itu, Jepang telah membangun dinding penahan atau sea wall sebagai penahan gelombang. Sayangnya, kontruksi yang didesain untuk dapat menahan gelombang hingga setinggi 8 meter tersebut tidak memadai karena gelombang tsunami yang terjadi di tahun 2011 tersebut setinggi 12 hingga 15 meter.

Kini, sea wall dengan panjang hampir mencapai 400km telah berdiri pada pesisir pantai timur laut, bertujuan untuk mengurangi energi dari gelombang serta menambah waktu untuk evakuasi korban ketika bencana tsunami terjadi di masa depan.Pemerintah Jepang mengeluarkan 12 juta dolar untuk memperbaiki dan membangun sea wall dengan ketinggian hingga 14,7 meter di beberapa area dan pondasi sedalam 25 meter tersebut. Tetapi, seiring dengan ketinggian sea wall yang semakin bertambah, kekhawatiran akan dampak terhadap tsunami juga ikut mengikuti. Peneliti menyampaikan bahwa ketika tsunami terjadi, sea wall tersebut akan memblokade layaknya bendungan dan menghasilkan arus yang jauh lebih kuat apabila sea wall tersebut rusak. Selain pembangunan sea wall, terdapat beberapa ide untuk mitigasi bencana tsunami di Jepang. Salah satunya yaitu pembangunan taman mitigasi tsunami, yaitu mengkombinasikan elemen hijau seperti pohon-pohon atau bukit dengan breakwater di pantai.