ALGHATS18 – Skyscraper, atau bangunan pencakar langit sudah bukan hal asing lagi di abad ke-20. Mulai dari Burj Khalifa di Dubai yang setinggi 829,8 meter, Petronas Twin Towers di Malaysia dengan tinggi 452 meter, hingga Gama Tower di Jakarta, Indonesia yang mencapai tinggi 288,6 meter. Tetapi, bagaimana dengan earthscraper?

            Earthscraper, atau dalam Bahasa Indonesia bangunan pencakar bumi, merupakan versi kebalikan daripada skycraper. Dikenalnya earthsraper ini diawali dengan proposal yang dikirimkan pada Evolo Skyscraper Competition pada tahun 2012 oleh arsitek BNKR Arquitectur dan Esteban Suarez. Perlu diketahui juga bahwa project leader proyek ini adalah Arief Budiman dari Indonesia.

Bukannya membuat desain gedung pencakar langit, mereka malah mengirimkan proposal dengan inovasi gedung earthscraper sedalam (bukan setinggi) 65 lantai. Mencapai kedalaman 300 meter, 35 lantai terdalam gedung ini didesain sebagai pusat perkantoran, 10 lantai diatasnya sebagai tempat tinggal, 10 lantai diatasnya lagi sebagai pusat perbelanjaan, dan 10 lantai teratas sebagai museum.

Gedung ini direncanakan untuk dibangun dibawah Historic Center of Mexico, salah satu situs sejarah di Meksiko, dengan masa pembangunan selama kurang lebih 8 tahun. Waktu yang cukup lama, mengingat lokasi pembangunan merupakan situs bersejarah sehingga harus diperlakukan layaknya situs arkeologi.

Selain itu, ada banyak hal yang perlu diperhatikan seperti resiko terhadao bangunan di sekitar, jalur groundwater, penggalian, sirkulasi udara dan cahaya, serta tak lupa jalur evakuasi sehingga penghuni gedung dapat keluar dengan selamat ketika terjadi keadaan darurat seperti banjir, kebakaran, atau gempa bumi.

Lantai kaca akan menutupi lubang sebesar 240 x 240 meter pada alun-alun kota untuk menyaring sinar matahari dari luar. Kemudian pada tengah piramid terbalik akan dibuat void, sehingga lantai bawah masih bisa mendapatkan cahaya dan udara secara alami. Vegetasi pada teras interior dan ventilasi mekanis juga akan membantu sirkulasi serta kualitas udara.

Proyek pembangunan seluas 775.000 m2 ini diperkirakan membutuhkan anggaran biaya kurang lebih sebesar USD 750 juta, atau sekitar 11 triliun rupiah. Meskipun Esteban menyampaikan bahwa terdapat beberapa investor yang menunjukkan minatnya, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai realisasi earthscraper ini.

            Sebelum Esteban mengirimkan proposalnya pada tahun 2012, ternyata  Jepang sudah pernah mempublikasikan desain gedung pencakar bumi mereka pada Popular Mechanics tahun 1931.  “Depthscrapers” Defy Earthquakes, merupakan judul yang dituliskan pada berita tersebut.

            Terbuat dari rangka baja dan “armored concrete”, gedung silinder ini didesain memiliki kedalaman hingga 35 lantai. Desain ini dibuat dengan memikirkan struktur yang akan tetap aman ketika dilanda gempa bumi.

            Hingga saat ini, belum ada ­earthscraper yang telah dibangun. Tetapi, inovasi-inovasi baru dalam dunia konstruksi masih terus berkembang dan tidak menutup kemungkinan, para mahasiswa akan menjadi salah satu penemu diantaranya.

Sumber:

What are “Earthscrapers”? (theb1m.com) (diakses pada 3 Mei 2021)

The Earthscraper / BNKR Arquitectura | ArchDaily (diakses pada 3 Mei 2021)

Earth-scraper: Architects design 65-storey building 300 metres below ground | Daily Mail Online (diakses pada 3 Mei 2021)